Terkesan PT Timah Tbk melakukan pembiaran Aset milik Negara dan Keselamatan Kerja Penambang dengan Pelaksanaan SPK SHP di Laut Sungailiat DU 1548
Sungailiat, Prabu-Raya.com, Dari pantauan awak media dalam pelaksanaan dari SPK pengangkutan atau SHP diseputaran laut Sungailiat baik wilayah Muara nelayan atau tengkorak, tanjung ratu, sampai laut Rebo pasca Razia Peti beberapa waktu yang lalu. (Rabu, 16 Agustus 2023)
Ada hal yang dirasa melanggar aturan baik sesuai SP atau surat kemitraan dan SPK pengangkutan itu sendiri. Seharusnya SPK SHP melakukan kegiatan pengangkutan biji timah atau hasil produksi dari lokasi tambang yang ditunjuk Pemilik IUP dalam wilayah izin usaha pertambangan bukan melakukan kegiatan penambangan.
Justru awak media mendapatkan informasi dari para penambang dan warga, bahkan rekanan CV yang awalnya tergabung dalam SPK PIP bahwa Ponton ponton mereka sekarang bekerja dengan SPK pengangkutan. Dengan alasan belum ada SPK PIP (ponton isap produksi ) yang saat ini dikeluarkan pihak Unit laut Bangka diwilayah laut tengkorak atau muara Nelayan 2 Sungailiat.
Bahkan beberapa waktu lalu ada info kalo sudah dikeluarkan SPK pengangkutan atau SPK SHP dengan 2(dua) mitra yaitu CV SMS dan CV.PB dalam satu daerah usaha atau DU 1548. Harusnya jelas SPK pengangkutan dengan produk Sisa hasil pengolahan(SHP) atau kadar rendah, dimana mitra SPK melakukan pengumpulan, transportasi dan saat ini melakukan Kompensasi terkait imbal jasa yg dilakukan penambang untuk menghasilkan pasir timah.
Saat ini malah menjadi tameng agar ponton ponton yg sudah masuk katagori PIP yang tidak mendapatkan SPK bergabung dalam SPK SHP yang jelas-jelas melakukan kegiatan ekploitasi tambang. Dan saat ini terus saja beroperasi dengan produksi yang katanya dikumpulkan dan dibayar langsung dilapangan oleh pihak CV atau mitra SHP PT.Timah. Artinya ini ada kegiatan jual beli dan pengumpulan pasir timah dengan harga yang sudah didaftarkan sesuai kadar timah dengan berkedok kompensasi kepenambang.
Saat ditanya ke salah satu mitra SHP mereka menyampaikan hanya membayar timah yang dikumpulkan pihak PamAset PT Timah dari para penambang saja, dan tidak berkewajiban memenuhi aturan K3 dan kompenasasi lingkungannya”. Padahal ada tim PamAset PT Timah Tbk yang harusnya bertugas melakukan penertiban terkait adanya kegiatan penambangan diwilayah konsesi atau WIUP PT.Timah yg dilakukan penambang tanpa izin.
Namun karena adanya kebijakan perusahaan untuk melakukan Kompensasi kepada penambang terhadap pasir timah yg diproduksi dengan upah kerjanya. Sesuai dengan aturan yaitu peraturan Perusahaan no 030/2018 tentang “Pengamanan bijih timah didalam WIUP” maka seolah olah kegiatan ini sudah bisa dianggap berlegalitas dan punya payung hukum.
Jika alat tambang yang digunakan penambang masuk rekomtek maka seharusnya ditempatkan ke dalam SPK yang pas dengan alat tambangnya.
Contohnya Ponton Isap berjenis TI Gearbox dapat di masukan ke SPK PIP yang sudah jelas aturannya dan mendapatkan SILO atau surat Izin layak operasi setelah dilakukan verifikasi alat kerja dan pekerja pun diwajibkan memiliki kepesertaan BPJS dalam menggunakan alat keselamatan dan persyaratan lainnya.
Mungkin juga ada dilema dg kuota yg sudah dikeluarkan pihak terkait makanya tidak bisa diakomodir utk jumlah unit yg ribuan jumlahnya untuk Babel yang hanya berkisar 350 unit PIP. SPK Pengangkutan berbeda dengan fungsi pengamanan aset yg bersifat menjaga aset bijih timah dalam WIUP atau konsesi.
Walaupun ini peluang penambang yg tidak memenuhi aspek K3 dan teknis untuk dapat beraktivitas menambang. Namun dengan adanya SPK pengangkutan, penambang hanya mendapatkan keamanan bekerja bukan berlegalitas dengan adanya payung hukum dengan menyerahkan hasil produksi ke mitra SPK pengangkutan SHP yg ditunjuk oleh pemilik IUP. Kegiatan ini mengabaikan aspek K3 dan lingkungan dan hanya bersifat sementara atau temporary.
Dan info dari para penambang dan mitra kerja untuk dilaut muara tengkorak khususnya untuk produksi bisa diatur keluar dan istilahnya dibagi antara yang masuk ke produksi PT Timah dan keluar dari CV dengan persentase tertentu.”
Salah satu nara sumber DY menyampaikan bahwa: “Informasi bahwa dilapangan masih ada ponton CV mitra SPK PIP yang berjumlah puluhan unit masih beraktifitas dengan menjadi binaan SPK pengangkutan alias SHP saat ini kan lucu pak”
“Bayangkan jika ada 60 unit ponton PIP dengan beberapa CV sebagai mitra SPK PIP kemaren beroperasi menghasilkan 50 kg/hari/ponton, maka dihitung kasar saja sudah kurang lebih 3 ton produksi perhari, kalo dihitung perbulan 20 hari kerja saja maka sekitar 60 ton ore pasir timah dihasilkan dari muara tengkorak saja. Jika dikalkulasi dengan harga beli saat ini dilapangan diangka 100.000/kg saja, maka didapatkan nominal kurang lebih 6 miliar rupiah perbulan produksi dilokasi tersebut . Bahkan harga kompensasi dibawah RP 80.000,-/kg dapat dibayangkan berapa keuntungan yang diraup dengan harga diluar yang mencapai Rp 160-180 ribu/kg ore atau basah.
Sayangnya produksi tersebut selama ini jauh panggang dari api yang masuk sebagai produksi Pemilik IUP yaitu PT Timah Tbk alias keluar dari pemilik IUP. Dan ini tentunya jelas jelas merugikan pendapatan perusahaan BUMN dan terhitung sebagai kerugian negara. Belum lagi terkait nilai kompensasi kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang tersebut.” Tutup DY.(Ans)