Senin, Desember 16, 2024
BeritaDaerah

Perlunya Verifikasi Ketat Terkait Standarisasi Alat Kerja Tambang Rakyat berjenis PIP Dan Pengawasan Operasional terhadap Aspek K3

Bangka Belitung, Prabu-Raya.com — Kesesuaian Peralatan kerja tambang rakyat berjenis ponton isap produksi atau PIP dengan rekomendasi teknis (rekomtek) kembali menjadi perhatian utama dalam hal keselamatan dan kesehatan Kerja serta lingkungan hidup (K3LH), (Minggu, 03 September 2023)

Perhatian terhadap aspek teknis dan aspek K3 harus selalu diawasi setiap jam dan setiap hari kala kegiatan produksi berlangsung, Baik dari segi peralatan kerja,manusia,dan lingkungan kerja.

Di sini penulis memfokuskan pada PIP yang saat ini sudah merupakan alat tambang yang memiliki standarisasi dan legalitas sehingga diberikan bisa diberikan izin SPK menambang pasir timah dilokasi lepas pantai dengan persyaratan wilayah operasi .

Apa lagi sebuah alat kerja PIP harus melalui tahap verifikasi ponton apakah layak sesuai SOP PIP yang antara lain mengatur Rancang bangun PIP,Peralatan K3 dan standarisasi alat tambang dan mesin- mesin produksi.


Salah satunya tentang mesin produksi dan peralatan tambang yang duduk diatas ponton drum dengan jumlah minimal drum 99 buah drum yang dipasang pondasi kayu diatasnya dengan papan sebagai lantai kerja .

Jumlah unit mesin mulai dari mesin pompa tanah,mesin pompa air ,dan mesin gearbox penggerak pipa rajuk tambang menjadi sangat diperhatikan terkait opersioanal alat tersebut ada bagian berputar dan panas yang harus diberikan sungkup pengaman mesin guna menghindari operator atau pekerja dari bahaya panas,kebisingan ,dan terbelit benda berputar.

Dengan jumlah personel ponton sekitar 4- 5 orang mulai dari pengoperasian mesin,naik turun pipa rajuk sampai pencucian pasir timah disakhan ponton pasti akan ada Kondisi dan Tindakan tidak aman sebagai awal dari terjadinya kecelakaan kerja.

Bahkan dari perusahaan pemilik IUP kepada mitra kerjanya pada saat verifikasi ponton salah satunya adalah Alat alat K3 sudah harus disiapkan diunit ponton seperti helmet, life1 jacket, ringbouy dan Apar flash light dan kotak P3K atau kelengkapan Alat K3 lainya.

Namun menurut ilmu K3 bahwa alat keselamatan kerja tersebut adalah point terkakhir untuk dipenuhi karena hanya alat safety saja .
Karena kondisi dan tindakan tidak aman yang menjadi prioritas utama.

Pengalaman penulis selama ini diPIP masih banyak hal hal dasar K3 tersebut menjadi pelengkap dan dirasa kurang diperhatikan saat operasional PIP berlangsung.

Adanya penanggung jawab operasional (PJO) yang bertugas melakukan pengawasan terkait jumlah produksi,kelengkapan peralatan K3 dan aspek lingkungan saat PIP beroperasi.

Dimana seorang PJO wajib memiliki sertfikasi ahli tambang minimal POP ( pengawas operasional pertama) dari kementrian ESDM.

Karena seorang PJO merupakan perwakilan dari Kepala Teknik Tambang dalam hal ini dijabat oleh seorang pejabat setingkat Kepala Unit Produksi.
Dan PJO wajib membuat dan menyampaikan laporan jam stop lebih dari 1×24 jam baik untuk keperluan service ataupun akibat breakdown kepada pengawas yang ditunjuk serta KTT bila terjadi kecelakaan atau kejadian berbahaya didaerah tempat kerjanya.

Perlunya perhatian terkait aspek K3 ini menjadi sangat serius dikarenakan banyaknya terjadi laka kerja dan laka tambang terutama diponton ponton rajuk yang berjenis PIP.

Namun sayangnya sampai terjadinya fatality atau kematian pekerja tambang,tentunya dimulai dari adanya kondisi dan Tindakan tidak aman dan human error memegang peran penting 99% menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja .

Jadi dipastikan sebelumnya ada kejadian kecelakaan kecil,sedang ,bahkan masuk dalam katagori kecelakaan berat yang terjadi pada pekerja , namun tidak dilaporkan bahkan tidak diambil tindakan preventif sehingga terjadi peritiwa fatality seperti kejadian ” Tewasnya operator pipa rajuk saat mengopersikan gelondong pada mesin gearbox guna meanikan dan menurunkan pipa rajuk.”

Dimana operator terbelit tali dan menyebabkan pekerja/operator langsung berhadapan dengan benda berputar tanpa ada sungkup pengaman atau pembatas, dimana awalnya pakaian korban tertarik kegelondong tersebut ,dimana pekerja langsung tewas ditempat)
( Berita Laka tambang PIP muara Jelitik tgl 02/09/2023).

Selain itu dijelaskan dalam surat perintah kerja bahwa pihak mitra PIP harus berpedoman kepada Tata laksana Penambangan Timah laut(TCTL) dan SOP serta ketentuan lainnya .
Namun tentunya dilapangan pihak mitra SPK ternyata tidak semuanya memenuhi semua kriteria yang dimaksud ,dikarenakan dari masih antara lain:

  1. menggunakan unit ponton isap milik pihak lain/masyarakat bukan unit sendiri.
  2. pengawas atau PJO jarang langsung berada dilokasi kerja bahkan tidak berada disatu daerah,sehingga pengawasan menjadi minim.
  3. tim verifikasi ponton dari K3 LH harusnya juga melakukan inspeksi rutin setelah adanya laporan dari PJO keunit kerja.
  4. PIP yang terverifikasi disatu SPK berpindah ke SPK yang lain tanpa adanya laporan.
  5. jumlah unit PIP per SPK tidak sesuai dengan SILO yang diterbitkan sesuai SPK bahkan cenderung lebih .

Penulis menyarankan agar petugas pengawasan tambang PIP dan PJO atau PO lebih fokus ke aspek K3 selain produksi tentunya.

Dimana tidak kalah pentingnya adalah bagaimana melakukan demontrasi tanggap darurat kepada pekerja ponton diarea kerjanya sehingga mampu mengantisipasi kondisi kritis.

Karena tanpa ada tanggap darurat maka kepanikan akan terjadi dan makin menambah kondisi semakin kritis.

Yang terpenting muster point (titik kumpul)pekerja diwilayah PIP atau Per DU bisa dimaksimalkan pihak SPK guna melakukan safety talk sebelum kegiatan dimulai.

Serta selalu mengawasi Kondisi Tidak Aman(KTA) dan Tindakan Tidak Aman( TTA) yang diwajibkan ke semua pekerja PIP yang diawasi pelaksanaannya oleh seorang PJO.

Penulis,

Musda Anshori ,S.ST ( bersertifikat ahli tambang utama)

Spread the love