Direktur Eksekutif LKPI :LKPI akan Tetap Hadir dan Peduli Terkait Nasib Nelayan Pesisir Babel terkait Aktivitas Tambang Yang Tidak Taat Aturan
Bangka Belitung,Prabu Raya -com.Mengenai permasalahan penambangan timah laut dipesisir pantai kepulauan Bangka Belitung yang menyebabkan dampak kepada aktivitas nelayan (14/05/2023)
Direktur Eksekutif lembaga Kelautan dan Perikanan Indonesia (LKPI) Ayub Faidiban bersama Direktur LKPI provinsi Babel Amsal P,attimbangi dan Staf LKPI pusat melakukan audensi dan menyampaikan laporan terkait permasalahan tambang laut oleh pihak pemilik IUP dilokasi dekat wilayah pesisir dan alur muara nelayan yang menyebabkan adanya potensi konflik antara masyarakat nelayan dengan aktivitas penambangan diwilayah pesisir yang dilakukan sudah diluar Rencana Kerja yang digariskan baik dari pemilik IUP maupun Tata Ruang Laut dari kementrian terkait.
Bertempat di Rumah dinas Gubernur Babel ,Air Itam Pangkal pinang,
“Melihat situasi Babel saat ini ,yang dilaporkan oleh masyarakat nelayan diwilayah pesisir ,mereka tidak mendapat ruang yang baik untuk mencari nafkah karena adanya aktivitas penambangan.
Untuk itu pihaknya meminta kepada PJ gub Suganda ,untuk mengevaluasi persoalan yang terjadi agar para nelayan bisa mendapatkan kembali ruang untuk mencari nafkah.
Selain itu,alur masuk bagi nelayan di pelabuhan Jelitik (PPN) Sungailiat yang sampai saat ini belum tuntas ,dapat kiranya menjadi atensi untuk diselesaikan.
Akan tetapi kami sangat berterima kasih,karena PJ gubernur Bangka Belitung bapak Suganda Padapotan,telah menyambut baik dan mengatakan akan segera menindaklanjuti apa yang kami sampaikan dan laporkan langsung ke beliau.
Semoga kedepan tidak ada lagi persoalan pada masyarakat nelayan yang ada di Bangka Belitung”.jelas Ayub saat diwawancara awak media.
“Kami LKPI baik pusat dan daerah akan terus mengawasi tentang kegiatan tambang laut diwilayah pesisir laut Bangka Belitung yang berdampak langsung kepada nasib nelayan dan yang beroperasi tidak sesuai dengan regulasi baik itu dikelola oleh pihak masyarakat ataupun pihak pemilik IUP PT Timah Tbk yang dipayungi dengan SPK jika melanggar aturan yang ada.”tegasnya.
Kami melihat ada aksi premanisme yang terjadi diwilayah tambang kepada nelayan dengan menggunakan Pokja atau panitia lokal guna menekan nelayan agar bisa bekerja dilokasi tangkap nelayan
Dengan iming iming kompensasi yang diberikan kepada nelayan sebagai masyarakat terdampak guna mendapatkan surat persetujuan masyarakat diawal kegiatan ,namun pada saat penyaluran kompenasasi pun tidak diberikan secara terbuka dan malah ada yang tidak melakukan penyaluran sehinga menguntungkan pihak panitia atau Pokja dan pengusahanya saja bahkan harga bijih timah yang dibayar kemasyarakat tergolong rendah jika dibandingkan dengan harga dari PT timah Tbk ,
ini menjadi pemicu konflik antara penambang dan nelayan setempat seperti yang terjadi beberapa waktu lalu dan bahkan sampai ada yang menjadi korban baik dari pihak nelayan maupun. Pihak penambang seperti diTeluk Kelabat dalam beberpa waktu lalu”
.
Kembali terjadi adanya peristiwa pengancaman dan pemukulan kepada wartawan saat meliput kegiatan Tambang ilegal dan saya mengutuk keras aksi pemukulan terhadap awak media yang sedang melaksanakan tugas mencari informasi yang dilakukan oleh pihak penambang ilegal didusun Tanjung Batu kecamatan Belinyu Kab.Bangka yang mengakibatkan salah satu awak media terluka dan harus menjalani rawat inap.
Dan kami meminta pihak kepolisian setempat untuk segera melakukan tindakan tegas dan menangkap pelaku kekerasan kepada awak media dengan cepat dan tuntas sesuai aturan hukum yang berlaku”
tutup Ayub yang dikenal sebagai panglima Laut Indonesia.
Ditempat yang sama direktur LKPI propinsi Babel Amsal .
” Jika dampak langsung penambangan yang terjadi dilingkungan dinelayan 2 ,dimana kegiatan tambang ber SPK dari mulai TI perahu,TI Rajuk atau PIP dan yang terakhir adalah KIP sewa mitra PT Timah yang beroperasi didekat muara aktif nelayan 2 atau dikenal dengan muara tengkorak menyebabkan masyarakat sekitar menerima dampaknya.
Dijelaskan Amsal bahwa “kami nelayan setiap hari yang berada disitu dari pagi sampai malam hari mendengar kebisingan dari suara mesin tambang yang berasal dari mulai TI Rajuk sampai dengan KIP yang beraktifitas.
Nelayan cukup menderita karena banyak perahu nelayan yang rusak akibat pendangkalan alur muara Jelitik dan saat ini sama sekali tidak bisa digunakan karena tidak ada lagi kegiatan pengerukan alur muara tersebut ,dan kami melihat setelah era PT Pulo mas digantikan dengan Pihak lain malah semakin parah kondisi alur muara Jelitik kePPN tersebut.
Kami juga pernah berkomunikasi dengan pihak Pulo mas apakah masih bersedia melakukan pengerukan alur muara tersebut,dikatakan pihak Pulomas mereka siap kembali untuk melakukan aktivitas pengerukan asal izin lingkungan dapat dikeluarkan.
Karena tidak ada anggaran dari pemerintah baik pusat dan daerah.
Untuk saat ini kami berharap agar muara aktif dinelayan 2 jangan sampai kembali menjadi buntu akibat adanya penambangan timah oleh PIP dan KIP mitra PT Timah Tbk.
Karena yang kami pikirkan adalah keselamatan nelayan saat pulang melaut apalagi pada saat malam hari tidak akan keliatan beting pasir yang diakibatkan tailing dari kegiatan tambang terutama oleh KIP yang bekerja sangat dekat dengan alur masuk dan sepadan pantai muara nelayan tersebut.
Selain itu Amsal juga menyampaikan kegiatan penambangan yang serampangan ini juga terjadi diwilayah pesisir yang lain yaitu diwilayah laut Terentang Belinyu berdampak hal yang sama kepada nelayan setempat karena alur masuk perahu mereka tertutup tailing KIP dan Ti ilegal yang beroperasi sepanjang sepadan pantai.
Dan ironisya pihak aparat penegak hukum sepertinya tutup mata ,dan kompensasi kemasyarakat sekitar juga tidak transparan dan jauh dari kata sesuai dengan dampak lingkungan yang diakibatkan proses tambang saat ini.
Kami mohon kepada bapak Suganda sebagai PJ gub Babel bisa mengevaluasi terkait kegiatan tambang diwilayah pesisir pantai dan bisa mencari solusi cepat terhadap pendalaman alur muara Jelitik (PPN ) Sungailiat ,agar nelayan bisa 1×24 jam keluar masuk guna bisa melaut.” Tutup Direktur LKPI propinsi Babel.
Suganda Padapotan sebagai PJ Gubernur Babel saat ini menyampaikan
“Tolong supportnya dan beri saya waktu untuk menyelesaikan hal ini dan beliau akan segera mengajak semua unsur Forkopimda yang terdiri dari pemkab,pemrov dan perintah Pusat” ujarnya (m.ansr)